Rabu, 05 Juni 2013

Mencari Pemimpin Peduli Olahraga

Mencari Pemimpin Peduli Olahraga


TAHUN ini Riau akan dipimpin Gubernur Baru. Kalau tidak ada halangan, 4 September 2013 mendatang, masyarakat Riau akan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin Riau lima tahun ke depan. Khusus warga Indragiri Hilir, di saat bersamaan selain memilih gubernur, penduduk Negeri Seribu Parit juga akan memilih bupati baru.

Warga akan datang ke TPS dengan harapan, di tangan pemimpin baru nanti kehidupan akan lebih baik. Pembangunan infrastruktur maju pesat, ekonomi semakin berkembang, pendidikan meningkat, dan sosial budaya bertambah baik.

 Selain sektor-sektor tersebut, bidang olahraga jangan sampai terlupakan. Olahraga sempantasnya mendapatkan kesempatan masuk dalam pilar pembangunan Riau. Lewat olahraga akan menciptakan manusia sehat. Lewat olahraga harkat martabat daerah dan negera akan terangkat.

Dari berbagai efek positif yang ditimbulkan, sewajarnya pemimpin Riau memberi perhatian khusus pada sektor olahraga. Dengan fasilitas yang ada sekarang pasca Pekan Olahraga Nasional (PON) 2013 lalu, rasanya pekerjaan gubernur Riau yang terpilih nanti tidaklah seberat Gubernur Riau sekarang, HM Rusli Zainal. Venue-venue sebagai sarana latihan sudah terbangun megah. Bahkan beberapa di antaranya berstandar internasional. Tinggal pengaturan penggunaan latihan oleh pengurus cabang olahraga.

Dengan demikian, pemerintah provinsi tinggal fokus pada pembinaan prestasi. Pembinaan yang dilakukan pengurus olahraga di bawah komando Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Riau memang tidak berdaya tanpa dukungan dari pemerintah. Terutama soal pendanaan. Pembinaan perlu dana yang tidak sedikit untuk mencetak atlet berprestasi. Pola pembinaan lama yang hanya ''bergelora'' saat-saat akan mengikuti iven perlu ditinggalkan, tukar dengan pembinaan berkesinambungan.

Tentu kita tidak ingin mendengar prestasi Riau menurun drastis di bawah gubernur Riau yang baru nanti. Memang untuk meningkatkan prestasi, khususnya pada PON 2016 di Jawa Barat bukan hal mudah. Nama Riau yang terlanjur ''meroket'' pada PON Riau 2013 lalu dengan menempati urutan enam besar perolehan medali rasanya sulit naik lagi. Tapi paling tidak di PON mendatang Riau tidak membuat ''malu'', menjadi daerah pertama yang terjun bebas setelah menjadi tuan rumah PON. Paling tidak bisa bertahan di 10 besar.

Tugas inilah yang berat. Melihat fenomena tiga PON terakhir, selalu terjadi ''pergerakan'' atlet jelang PON berikutnya. Itu juga terjadi di Riau. Beberapa atlet penyumbang medali emas PON lalu sudah melakukan negosiasi untuk pindah ke daerah lain yang lebih menjanjikan. Bahkan sudah ada yang resmi meninggalkan Riau. Tidak jelas siapa yang memulai, sang atlet atau memang daerah gila prestasi yang mengejar-ngejar atlet. Yang jelas kedua pihak menyepakati angka-angka tertentu untuk saling mengikat kontrak.

Perlu diingat, selain olahraga amatir, pemerintah daerah juga pantas memberi perhatian pada cabang-cabang olahraga profesional. Saat ini Riau memiliki klub sepakbola yang berkompetisi di level profesional, yakni PSPS. Klub yang sudah menjadi ikon Riau selama ini sedang bersaing dengan 17 klub terbaik Indonesia lainnya di Indonesia Super League (ISL).

Ironisnya, kalau PSPS yang dulunya dikenal ''kaya raya'' sekarang malah sedang sekarat. Dulu PSPS bisa mengumpulkan sebelas pemain nasional, bahkan pemain cadangan pun ada yang ''berlabel'' nasional. Sekarang jangankan mendatangkan pemain berkelas, mempertahankan pemain putra daerah pun tidak sanggup. Beberapa pemain asli Riau memilih hijrah ke klub lain, karena PSPS memang tidak sanggup ''menghidupi'' mereka. Gaji tertunggak berbulan-bulan, padahal pemain harus menghidupi keluarganya. Dalam kondisi seperti ini pemain juga tidak bisa disalahkan. Karena sumber penghidupannya memang di sepakbola. Tidak ada pekerjaan lain selain bermain bola.

Karena liga  profesional, tentu bukan kucuran dana kas daerah lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diharapkan. Lewat surat edaran menteri dalam negeri ditegaskan olahraga profesional dilarang menerima dana dari APBD. PSPS hanya memerlukan ''surat sakti'' gubernur kepada perusahaan yang ada di Riau agar bersedia menjadi sponsor. Dari ''bisik-bisik tetangga'', beberapa perusahaan masih bersedia menjadi sponsor kalau ada imbauan dari pemimpin Riau. Jadi jelas, bahwa yang diperlukan PSPS bukan dana segar dari APBD, tapi lobi ke perusahaan agar bersedia menjadi sponsor.

Kita berharap siapapun gubernur yang terpilih menggantikan HM Rusli Zainal nanti, tetap berperan memajukan olahraga di Bumi Lancang Kuning. Olahraga amatir dan profesional harus maju bersama, sehingga Riau tetap disegani.***

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More